sponsor...

Artikel terbaru.............

20 Agustus 2009

Mengolah Limbah Sawit menjadi bioetanol dan kompos


Sumber: http://onlinebuku.com/2009/01/16/mengolah-limbah-sawit-menjadi-bioetanol-dan-kompos/comment-page-1/#comment-1392

Gundukan limbah sawit meninggi setiap hari. Limbah berupa cangkang, serat, pelepah sawit, dan batang sawit di lahan seluas lapangan bola dan juga mengeluarkan bau tidak sedap.

Satu pabrik kelapa sawit dapat menghasilkan 100 ton limbah. Padahal sampah tersebut berpotensi sebagai pengisi tangki mobil meskipun masih terdengar aneh. Limbah sawit kaya akan selulosa dan hemiselulosa.

Tandan kosong kelapa sawit , masing-masing mengandung 45% selulosadan 26% hemiselulosa. Tingginya kadar selulosa pada polisakarida tersebut dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana dan selanjutnya difermentasi menjadi etanol.

Limbah kelapa sawit jumlahnya sangat melimpah. Pada sebuah pabrik kelapa sawit (PKS) berkapasitas 60 ton tandan/jam dapat menghasilkan limbah 100 ton/hari. Di Indonesia, terdapat 470 pabrik pengolahan kelapa sawit. Limbahnya mencapai 28,7 juta ton dalam bentuk cairan dan 15,2 juta ton limbah padat per tahun.

· Bahan Baku Limbah Sawit Menjadi Etanol

Ada beberapa penelitian tentang sawit menjadi etanol, salah satunya Dr Ronny Purwadi (periset Departemen Teknologi Kimia, Institut Teknologi Bandung). Ia telah sukses mengolah limbah kelapa sawit menjadi bioetanol dengan cara mencacah tandan kosong kelapa sawit bersama limbah lain secara manual. Namun saat ini alatnya baru tersedia di Malaysia.

Indonesia kaya dengan matahari dan air sehingga tanaman selulosa mudah tumbuh. Jika didukung dengan penelitian yang memadai produksi bioetanol selulosa efektif untuk dikembangkan.

· Bahan Baku Limbah Sawit Menjadi Kompos

Selain menjadi bioetanol, tandan kosong kelapa sawit juga dapat diolah menjadi kompos. Tandan kosong kelapa sawit atau TKKS adalah limbah pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah.

Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 22-23 % atau sebanyak 220-230 kg TKKS. Apabila dalam sebuah pabrik dengan kapasitas pengolahan 100 ton/jam dengan waktu operasi selama jam, maka akan dihasilkan sebanyak ton TKKS.

Jumlah TKKS seluruh Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan sebesar 18,2 juta ton. Maka akan sangat sayang jika tidak dimanfaatkan. Sejumlah pabrik kelapa sawit di Indonesia masih membakar TKKS, namun pemerintah saat ini melarang pembakaran TKKS. Sehingga alternatif pengolahan lainnya adalah dengan menimbun (open dumping), dijadikan mulsa di perkebunan kelapa sawit, atau diolah menjadi kompos.

2. Reduce

· Produksi bioetanol dari limbah tidak perlu perluasan lahan dan penggunaan pupuk kimia. Selain itu, penggunaan limbah juga membantu mengatasi permasalahan lingkungan seperti polusi air, udara, dan tanah.

· Produksi kompos dari limbah dapat langsung diaplikasikan ke lapangan.

3. Reuse

· Tandan kosong kelapa sawit yang berasal dari limbah kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Bioetanol ini dapat digunakan sebagai bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dan dapat diperbaharui dengan cepat (Renewable).

· TKKS dapat digunakan sebagai bahan pembuat kompos. Dengan demikian tidak perlu membeli lagi pupuk dengan bahan kimia dan dapat menghemat pengeluaran. Serta penggunaan kompos dari bahan TKKS lebih ramah lingkungan pada pengaplikasiannya.

4. Recycle

5. Materi

Ø Pembuatan Bioetanol dari TKKS

· Limbah kelapa sawit diberikan larutan asam sulfat encer berkonsentrasi 1%-3% sebagai bagian dari tahap hidrolisis. Proses pemanasan dalam hidrolisis terbagi dua yaitu pemisahan lignin dan pemisahan lignoselulosa untuk menghasilkan gula.

· Untuk memecah lignin cacahan kelapa sawit dipanaskan pada suhu 120 MSDUoC – 170 MDSUoC dengan tekanan 4 bar. Proses berlangsung 0,5 – 1 jam menggunakan perebus oktolaf. .Setelah selesai, hidrolisis berpindah ke oktolaf lain. Proses hidrolisis kedua, dengan suhu 240 MSDUoC selama 45 menit. Hasilnya berupa hidrolisat gula terpisah dari kotoran.

· Proses selanjutnya merupakan proses fermentasi dengan menggunakan mikroba Sacharomycetes cereviceae. Fermentasi dalam fermentor pada pH 5 dan suuhu 30 MSDUoC selama 16-24 jam. Pengadukan dan pemanasan harus kontinu agar suhu dan pH stabil. Rendemen yang diperoleh yaitu sekitar 12%. Maka dari 1 ton limbah kelapa sawit dihasilkan 120 liter bioetanol.

Ø Pembuatan Kompos dari TKKS

· Pencacahan : pencacahan adalah salah satu tahapan penting dalam pengomposan TKKS. Pencacahan ini bertujuan untuk memperkecil ukuran TKKS dan memperluas luas permukaan area TKKS. TKKS yang baru keluar dari pabrik pengolahan langsung dimasukkan ke mesin pencacah. Kapasitas mesin pencacah disesuaikan dengan volume TKKS yang dihasilkan pabrik.

Mesin pencacah ini sebaiknya dapat memperkecil ukuran TKKS menjadi ± 5 cm. Mesin dirancang secara khusus yang disesuqaikan dengan karakteristik TKKS yang berserat. Selain memperkecil ukuran, pencacahan juga akan mengurangi kadar air TKKS. Sebagian air akan menguap karena luas permukaan TKKS yang meningkat.

· Inokulasi dengan aktivator pengomposan : Aktivator yang digunakan berbahan akitf mikroba dekomposer. Yang berperan aktif dalam mempercepat proses pengomposan. Mikroba yang biasa digunakan yaitu, Fungi pelapuk putih (FPP) dan Trichordema sp. Mikroba ini menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi senyawa lignoselulosa secara cepat. Kadar air yang optimal untuk pengomposan berkisar 60%. Kadar air TKKS diupayakan optimal agar proses pengomposan berjalan sempurna. Sehingga mikroba tidak kekurangan air. Apabila kadar air terlalu tinggi maka oksigen yang ada di dalam TKKS hanya sedikit, sehingga proses pengomposan akan berlangsung dalam kondisi anareob inkubasi. TKKS yang telah diinokulasi kemudian ditutup terpal plastik yang cukup tebal, tahan panas dan tahan matahari. Selama proses pengomposan suhu kompos akan meningkat yaitu sekkitar 70oC yang akan berlangsung sekitar 2-3 minggu. Suhu yang tinggi ini menandakan proses dekomposisi sedang berlangsung intensif. Setelah itu suhu akan menurun seperti suhu kompos sebelumnya. Hal ini berarti kompos sudah matang.

· Inkubasi

Proses pengomposan akan berlangsung dalam waktu 1,5-3 bulan. Pengomposan TKKS dengan acticomp berlangsung dalam waktu 1,5 bulan. Kompos yang sudah matang dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut :

1. Suhu sudah turun dan mendekati suhu pada awal proses pengomposan

2. Jika diremas TKKS mudah dihancurkan atau mudah putus serat-seratnya

· Panen kompos

Kompos yang sudah matang segera dipanen. Kompos tersebut diangkut ke lokasi pengemasan atau tempat penampungan sementara kompos, sebelum diaplikasikan ke lapang. Rendemen TKKS ± sebesar 60-65 % dari 1 ton TKKS dapat dihasilkan kompos sebanyak 600-650 kg kompos. Kadar air kompos juga masih cukup kurang lebih 59-60%. Apabila kompos terkena air hujan, kadar air ini bisa lebih tinggi lagi.

6. Biaya

Biaya yang diperlukan untuk pembuatan kompos bervariasi, hal ini ditentukan oleh teknologi yang digunakan, biaya tenaga kerja, dan fasilitas yang diperlukan. HPP (Harga Pokok Produksi) Kompos TKKS yang diolah dengan menggunakan ActiComp tidak memerlukan penyiraman dan pembalikan selama proses pembuatan kompos. Peningkatan kualitas kompos tentu saja akan meningkatkan HPP kompos. Peningkatan ini juga tergantung pada teknologi, bahan-bahan, peralatan dan tenaga kerja.

Misalkan kompos tersebut dapat dijual dengan harga Rp 350/kg – 400/kg maka selisih keuntungan kotor sebesar Rp 250-350/kg. Dalam satu pabrik yang menghasilkan TKKS sebanyak 60.000 ton/tahun akan dihasilkan kompos sebanyak 3900 ton dengan nilai 13,65 miliar – 15,6 miliar. Potensi keuntungan kompos ini adalah sebesar 9,75 miliar – 13, 65 miliar.

7. Energi

Energi yang dihasilkan dari produk tersebut dapat diperbaharui (renewable) karena berasal dari tumbuhan dan juga lebih ramah lingkungan karena berasal dari limbah tidak menggunakan bahan kimia yang berlebih.

8. Produk Baru

Produk baru yang dapat dihasilkan dari limbah kelapa sawit Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yaitu berupa Bioetanol yang dapat dijadikan sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan juga sebagai bahan bakar yang renewable yang dpat diatur pembaharuannya sehingga tidak perlu lama menunggu seperti proses pembentukan minyak bumi, dan juga dapat dijadikan sebagai kompos yang lebih ramah lingkungan sehingga tanah yang diaplikasikan pupuk tidak mengeras atau rusak karena ketidakseimbangan unsur haranya akibat penggunaan pupuk kimmia dalam jangka waktu yang lama.


Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

 

Copyright 2009 All Rights Reserved daurulang.tk